Rabu, 04 Februari 2009

Politik Abu Lahab di Perang Gaza


Beda Abbas dan Haniyah

Seorang pengasuh berusaha membuktikan dirinya lebih sayang ketimbang seorang ibu, dengan menyanyikan lagu nina bobo. Melalui cara itu, ia mengesankan dirinya sebagai pengasuh yang baik. Namun anak itu mengetahi betul bahwa ia sering dipukul oleh sang pengasuh saat ayah dan ibunya tidak berada di tempat. Oleh karenanya, ia tentu tidak akan menyukai nina bobok yang didendangkan sang pengasuh, bahkan dendangan itu malah menyakitinya.

Setengah jam setelah mendengarkan lagu yang dinyanyikan pengasuhnya, anak kecil itu meneriakkan, "Cukup sudah nina bobo-nya! Sekarang, tutup mulutmu dan jangan sakiti telingaku. Aku ingin tidur!" Itulah ungkapan Pemred Koran Kayhan, Hossein Shariat Madari, yang ditujukan kepada Raja Arab Saudi, Abdullah, dalam menyikapi Zionis Israel.

Raja Abdullah di hadapan kejahatan buas Rezim Zionis Israel terhadap rakyat tertindas dan tak berdosa Gaza tidak hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Bahkan berdasarkan fakta yang ada seperti yang ditegaskan Presiden Rezim Zionis Israel, Simon Peres, dan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Arab Saudi menyokong pembantaian terhadap rakyat Gaza. Selama perang 22 hari, Arab Saudi melarang dan mengharamkan setiap aksi unjuk rasa rakyat menentang agresi Israel. Sehari setelah gencatan senjata (19/01/2009), Raja Arab Saudi dalam pidatonya di pertemuan ekonomi kepala-kepala negara Arab di Kuwait berusaha menutupi kerjasamanya dengan Rezim Zionis Israel dalam pembantaian rakyat Gaza. Dikatakannya, "Satu tetes darah Palestina lebih mahal dari seluruh kekayaan dunia." Media-media yang berafiliasi dengan pemerintah Arab Saudi seperti televisi Al Arabiah, mempublikasikan secara besar-besaran pernyataan nina bobo Raja Abdullah itu, dan menganalisanya secara menggelikan.



Uniknya, Raja Abdullah setelah itu menyampaikan pernyataan yang membuktikan dukungan transparan Arab Saudi atas Zionis Israel. Dikatakannya, "Tidak hanya dalam agama Islam, bahkan dalam Taurat juga telah ditegaskan bahwa qisas satu mata dengan satu mata, bukannya seluruh mata rakyat tertindas Palestina harus diqisas atas satu mata!"

Melalui pernyataan tersebut, Raja Abdullah menyebut Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) sebagai pihak yang berdosa dan bersalah. Menurutnya, serangan brutal Israel terhadap rakyat tertindas Gaza merupakan bentuk "qisas" yang sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Taurat. Dalam pandangan Raja Abdullah, Rezim Zionis Israel adalah pihak yang benar, sedangkan Hamas dapat disebut sebagai pemicu perang. Kesimpulannya, agresi Israel dapat dibenarkan. Pernyataan tersebut sama dengan klaim Tel Aviv selama ini yang menyatakan bahwa perang itu dilakukan karena Hamas yang memulai dulu.

Raja Arab Saudi yang menyebut Hamas sebagai penyebab peperangan, tidak ingin kehilangan muka dengan menasihati Rezim Zionis Israel, "Mengapa kalian bertindak melewati batas dalam melakukan qisas?" Upaya Raja Abdullah yang menunjukkan bahwa Rezim Zionis Israel tidak bersalah dalam perang 22 hari, bertentangan dengan pernyataan Menlu Israel Tzipi Livni. Livini menyatakan bahwa serangan ke Gaza bertujuan menghancurkan Hamas sampai ke akar-akarnya.

Di penghujung pernyataannya, Raja Abdullah di sidang ekonomi kepala-kepala negara Arab di Kuwait mengatakan, "Arab Saudi merasa berkewajiban untuk mengucapkan terima kasih kepada seluruh negara yang telah berusaha menghentikan pertumpahan darah di Jalur Gaza, khususnya Mesir." Tampaknya, Raja Abdullah sudah pikun bahwa dirinya dan Hosni Mobarak, selama masa perang Gaza, berkali-kali menelepon Simon Peres dan Ehud Olmert dan meminta mereka agar militer Israel membombardir rakyat Gaza hingga Hamas hancur lebur. Uniknya, statemen Simon Peres dan Olmert soal dukungan Arab Saudi dan Mesir atas Israel dalam perang 22 hari, tidak pernah ditepis Kairo dan Riyadh. Berdasarkan alasan tersebut, kedua negara Arab tidak pernah membuka mulut untuk mengecam kejahatan Israel, hingga akhir perang 22 hari. Bahkan, Mesir hingga kini, menutup jalur penyeberangan Rafah bagi anak-anak dan perempaun Gaza. Pewaris politik dan akidah Abu Lahab ini memang sudah pikun akan kerjasamanya dan dengan Rezim Zionis Israel dalam pembantaian massal rakyat tertindas Gaza. (irib)



Siapa Sebenarnya Mahmud Abbas?
Pasca-agresi Israel terhadap Jalur Gaza, Palestina mempunyai beberapa agenda yang cukup pelik. Selain bersiaga penuh terhadap Israel yang sewaktu-waktu bisa berlaku culas dan kejam, mereka pun disibukkan dengan konfrontasi antara Hamas dan Mahmoud Abbas.

Pasalnya, Abbas, yang secara gegabah dan sewenang-wenang ditunjuk sebagai Presiden Palestina, menyerang Hamas dengan tuduhan-tuduhan yang tak berdasar, semisal bahwa agresi Gaza disebabkan karena serangan roket Hamas ke Israel. Penyataan-pernyataan Abbas kontan membuat banyak media internasional yang telah disetir Yahudi bisa memojokan Hamas sebagai dalang perang di bumi Palestina. Sebenarnya siapakah Mahmoud Abbas?

Mahmoud Abbas, lahir di Safet, 26 Maret 1935, sekarang berumur umur 73 tahun, umumnya dikenal sebagai Abu Mazen. Ia menjadi presiden untuk Otoritas Nasional Palestina (PNA: Palestinian National Authority) pada 9 Januari 2005 dan menjabat kembali sejak 15 Januari 2005. Abbas lahir dan dibesarkan di Safet. Setamat sekolah dasar di kota itu, ia hijrah ke Suriah setelah perang tahun 1948. Ia melanjutkan sekolah menengah dan perguruan tinggi di kota Damaskus. Setelah tamat dari jurusan hukum Universitas Damaskus, ia mendirikan lembaga Palestina pertama pada tahun 1954 di Suriah. Inilah awal mula karier politiknya.

Awal tahun 1960-an, ia menjadi pegawai Departemen Pendidikan di Qatar dan bersahabat dengan Yasser Arafat (1929-2004). Ia kemudian menjadi anggota Majelis Nasional Palestina pada tahun 1968 dan memimpin perundingan tidak resmi dengan Israel pada tahun 1977. Sejak tahun 1983, ia menjadi anggota komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) serta memimpin komite nasional dan internasional yang berkonsentrasi pada urusan organisasi non-pemerintah. Ia memulai kembali perundingan rahasia dengan pejabat Israel pada tahun 1989 lewat perantara Belanda. Ia tetap menjalankan aktivitas perundingan di balik pintu dengan Israel ketika dan pasca-Konferensi Madrid tahun 1991. Pasca Konferensi Madrid, ia dipercaya menjabat sebagai koordinator urusan perundingan. Ia meletakkan rencana dan pengarahan pada tim perunding Palestina.

Abbas adalah pemimpin organisasi revolusi pertama yang menyebut aksi perjuangan dan aksi syahid rakyat Palestina dengan sebutan “terorisme” “yang hina” dan senjatanya dengan “sia-sia” dan pemimpin pertama yang melakukan koordinasi keamanan dengan Israel dalam menangkap pejuang bangsanya sendiri. Ia juga presiden pertama yang berangkulan, berpelukan dan mendekap para pembunuh rakyatnya. Tanpa malu ia memuji dan tersenyum dengan para pembunuh itu. Ia berteman baik dengan Ariel SHaron dan George Bush.

Abbas orang pertama yang badan keamanan kepresidennya berani melanggar masjid-masjid Allah, membunuh imam masjid, penghafal Al-Quran, di negerinya sendiri. Darah Syaikh Majdi Bargothi, Muhammad Rafati, Nahidl Nimr, Muhammad Raddad (penghafal Al-Quran) adalah saksi paling nyata dari kesadisan mereka. Di bawah pemerintahan Abbas, polisi di bawah intruksinya yang pertama yang berani melakukan kekerasan terhadap warga sipil Palestina dan melepas jilbab mereka, cadar mereka di jalan-jalan umum dan kampus-kampus. Ketika pertama kali memerintah, penasihat pribadi Abbas menyelundupkan 3400 handphone di mobil dinasnya. Ia juga menyegel lembaga sosial, lembaga penghafal Al-Quran, memvonis jahat lembaga-lembaga yang menyantuni anak yatim dan keluarga korban serta keluarga fakir miskin.

Abbas mempunyai prinsip, "Tidak ada yang dapat menggantikan dialog" yang ia rujuk kepada kepentingan Yahudi tentunya. Tidak heran jika kemudian ia menjadi orang pertama yang komitmen dengan kesepakatan perbatasan profesionalisme yang mengurangi kedaulatannya sendiri dan diberikan kepada Israel. Inilah yang dilakukan ketika ia menyepakati perjanjian perlintasan Rafah yang ditandatangi dengan Muhammad Dahlan dan Israel tahun 2005. Konon, ini juga salah satu hal yang memicu Mesir membuka Rafah untuk Israel dalam agresi Gaza Desember 2008. (ermuslim)

Beda Abbas dan Haniyah
Banyak perbedaan yang mencolok dari kedua tokoh ini. Sebagai sesama orang Palestina kedua tokoh ini berbeda jalan dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Seperti pendahulunya Yasir Arafat, Mahmud Abbas lebih memilih jalan 'damai' dengan Zionis Israel yang jelas-jelas dan nyata merampok negeri Palestina. Bagi Abbas dan PLO nya - lebih baik sedikit daripada tidak sama sekali untuk mendapatkan tanah Palestina. Maka jalan diplomasi, perundingan dan perjanjian damai dengan pihak Israel lebih sering dilakukan oleh Abbas dan PLO. (Baca Siapa sebenarnya Mahmud Abbas?)

Berbeda dengan Abbas, Ismail Haniyah yang merupakan pemimpin Hamas dan juga merupakan Perdana Mentri yang resmi dipilih oleh rakyat Palestina - lebih memilih jalan 'perang' dengan Zionis Israel. Roket-roket dari brigade Izzuddin Al-Qassam yang merupakan sayap militer Hamas secara rutin meluncur ke kawasan Israel.

Gambar-gambar dibawah ini akan memperjelas perbedaan mencolok antara kedua tokoh tersebut :


Abbas lebih suka cipika cipiki dengan Condileeza Rice yang bukan mahramnya.


Haniyah lebih memilih memeluk dan mencium anak Palestina.


Abbas malah memeluk tentara Zionis Israel yang telah nyata membantai rakyat Palestina.


Mencium Hajar Aswad lebih mulia daripada memeluk dan mencium pipi tentara teroris Israel.


Ketawa akrab dengan Simon Peres dan saling memberi masukan dilakukan Abbas.


Haniyah bergaul dan meminta nasihat Ulama Syaikh Ahmad Yassin.
foto Eramuslim

1 komentar:

wheriz mengatakan...

Saudar boleh tak postkan hadis mengenai pejuang2 jihad disekitar pelastine...

lebih kurang mcmn n i hadisnya... mcm mana dah hadisnya... siapakah yang menegakkan Islam diakhir zaman? mereka ada disekitar masjid al Aqso

atau hadis seumpamanya...